" DEDE YUSUF - LAKSAMANA , BEKERJA SEPENUH HATI"

Senin, 16 Januari 2012

PEMBAHASAN RAPERDA TENTANG RTRW - PEMANDANGAN UMUM FRAKSI DEMOKRAT


PEMANDANGAN UMUM FRAKSI DEMOKRAT
DALAM RAPAT PARIPURNA PEMBICARAAN TINGKAT II PEMBAHASAN RAPERDA TENTANG RTRW KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2011 – 2013  
TANGGAL 29 DESEMBER 2011


BISMILLAHIRROHMANIRROHIM.
ASSALAMU’ALAIKUM WR. WB.
SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEMUA

YTH.   SDR. PIMPINAN RAPAT;
YTH.   SDR. BUPATI, WAKIL BUPATI SERTA JAJARAN PEJABAT PERANGKAT DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA;
YTH.   REKAN-REKAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN PURWAKARTA; UNSUR MUSPIDA, PARA ALIM ULAMA, UNSUR LSM, PERS, EKSPONEN MASYARAKAT SERTA SELURUH HADIRIN YANG KAMI MULIAKAN


ALHAMDULILLAHIRABBIL ‘ALAMIN,
SEGALA PUJI BAGI ALLAH SWT, ATAS RAHMAT DAN KARUNIA-NYA YANG TIDAK PERNAH HENTI DAN TANPA PANDANG BULU DILIMPAHKAN KEPADA SETIAP MAHLUK-NYA. SHALAWAT SERTA SALAM, SEMOGA DICURAHKAN KEPADA NABI BESAR MUHAMMAD SAW. YANG SUDAH SEPATUTNYA KITA JADIKAN PANUTAN DALAM MENJALANKAN AMANAH KEPEMIMPINAN..
  
RAPAT DEWAN DAN HADIRIN YANG KAMI HORMATI,
SETELAH MENDENGAR DAN MENGAMATI SETIAP TAHAPAN YANG ADA, MULAI DARI PENJELASAN SAUDARA BUPATI DI FASE AWAL SAMPAI DENGAN MEMPEROLEH PEMBAHASAN DI TANGAN  PANITIA KHUSUS (PANSUS) RTRW YANG BERUJUNG PADA RAPAT PARIPURNA SAAT INI BERKENAAN DENGAN RAPERDA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2011 – 2031, RAPAT FRAKSI DEMOKRAT MEMANDANG PERLU MENYAMPAIKAN PEMANDANGAN UMUMNYA SEBAGAI BERIKUT :

PERTAMA, PERIHAL INKOMPREHENSI MATERIAL DALAM DIMENSI YURIDIS
PERSOALAN INI MENUNJUK KEPADA KEKURANGLENGKAPAN ATAU KETIDAKLENGKAPAN RAPERDA DALAM MENGAKOMODIR SEMUA KEMUNGKINAN PENGATURAN YANG DIAMA-NATKAN OLEH PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG LEBIH TINGGI. PRODUK HUKUM YANG LEBIH RENDAH HIRARKINYA, DALAM HAL INI PERDA SEBAGAIMANA DIAWALI PROSESNYA MELALUI PENGUSULAN DAN PEMBAHASAN RAPERDA SEPERTI SAAT INI, SEYOGYANYA MENJADI BENTUK PERATURAN YANG LEBIH KOMPLET DAN BERSIFAT IMPLEMENTATIF MENGINGAT POSISINYA SEBAGAI PENJABARAN DARI PERUNDANG-UNDANGAN YANG LEBIH TINGGI. NAMUN PADA KENYATAANNYA BEBERAPA KETENTUAN PENGATURAN SEDIKIT BANYAK TELAH LOLOS, TERABAIKAN DAN ATAU HANYA DIAKOMODIR SEBAGIAN. DIANTARANYA SEBAGAI BERIKUT:
A.  RAPERDA RTRW TIDAK MENCANTUMKAN ATAU TIDAK MEMUAT GAGASAN SEDIKITPUN TENTANG RESOLUSI KONFLIK RUANG. BANYAK KONFLIK RUANG TERJADI DAN BERPOTENSI TERJADI DI INDONESIA MENYANGKUT WILAYAH KELOLA, ANTAR MASYARAKAT, PEMERINTAH DENGAN MASYARAKAT, MAUPUN PIHAK-PIHAK KORPORASI DENGAN MASYARAKAT. PASAL 67 UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 MEMUAT KETENTUAN PENYELESAIAN SENGKETA PENATAAN RUANG YANG TENTUNYA PATUT DIAKOMODIR DALAM RAPERDA INI SEBAGAI ANTISIPAN DALAM TERJADINYA KONFLIK RUANG.
B.  PERSOALAN PENETAPAN KECAMATAN WANAYASA SEBAGAI PUSAT KEGIATAN LOKAL (PKL). PUSAT KEGIATAN LOKAL (PKL) DIDEFINISIKAN SEBAGAI KAWASAN PERKOTAAN YANG BERFUNGSI UNTUK MELAYANI KEGIATAN SKALA KABUPATEN ATAU BEBERAPA KECAMATAN. TERHADAPNYA JELAS BERLAKU KETENTUAN PASAL 65 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2010 YANG MENGATUR KRITERIA PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN YANG MESTI BERPIJAK PADA UKURAN POPULASI. DIMANA UNTUK UKURAN PERKOTAAN KECIL KRITERIANYA SEBESAR MINIMAL 50.000 JIWA PENDUDUK. HAL INI WAJAR MENGINGAT PENATAAN RUANG KE ARAH FASILITASI RUANG BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI JASA MAUPUN PERDAGANGAN MEMBUTUHKAN JUMLAH PELAKU EKONOMI YANG SIGNIFIKAN. UNTUK PURWAKARTA DAN PLERED TERBILANG PANTAS DIJADIKAN PKL, SEMENTARA UNTUK WANAYASA BERDASARKAN KETENTUAN DIMAKSUD, BELUM SAATNYA. UNTUK APA DIKEMBANGKAN SERBA FASILITAS SEMENTARA PENDUDUKNYA TIDAK ADA? TIDAK MEMILIKI SKALA AKTIVITAS EKONOMI YANG RELEVAN? PERLU KAMI SAMPAIKAN BAHWA SEMAKIN TINGGI JUMLAH POPULAN AKAN SEMAKIN TINGGI PULA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAWASAN UNTUK DIJADIKAN SEBAGAI PKL. UNTUK ITU KAM MENILAI KECAMATAN JATILUHUR, SUKATANI, ATAU DARANGDAN DALAM UKURAN POPULASINYA LEBIH BERKEBUTUHAN DAN PATUT DIJADIKAN PKL. ADA KEPENTINGAN APA DIBALIK PEMRIORITASAN WANAYASA SEBAGAI PKL MELALUI RAPERDA RTRW INI, TENTU SAUDARA BUPATI YANG HARUS MENJAWABNYA.
C.  MASIH BERBICARA SOAL WANAYASA. PERIHAL PENETAPAN PUSAT KEGIATAN LOKAL (PKL) HARUSLAH TIDAK BERSINGGUNGAN DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI KAWASAN LINDUNG, KAWASAN HUTAN PRODUKSI, KAWASAN SERAPAN AIR. PKL AKAN BERARTI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI, INFRASTRUKTUR PERDAGANGAN, TRANSPORTASI DAN INFRA STRUKTUR EKONONOMI LAINNYA. BAGAIMANA IMPELENTASINYA MENJADI MUNGKIN MENGINGAT PADA SAAT BERSAMAAN, SELAIN JUMLAH POPULASI YANG TIDAK SIGNIFIKAN SEBAGIAMANA DISEBUTKAN SEBELUMNYA, WANAYASA MERUPAKAN DAERAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN LINDUNG, KAWASAN HUTAN PRODUKSI, DAN KAWASAN SERAPAN AIR. PENGEMBANGANNYA MENJADI PKL, KAMI PANDANG AKAN BERDAMPAK LANGSUNG PADA POTENSI LINDUNG, POTENSI HUTAN DAN SERAPAN AIR.
D.  KETENTUAN PASAL 32 PP 15 TAHUN 2010 TAMPAKNYA DAPAT KAMI KATAKAN SECARA BERSENGAJA DIABAIKAN MENGINGAT DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG DIPERLUKAN KETERSEDIAAN DATA YANG AKURAT, TERMASUK DI DALAMNYA PETA RUPA BUMI DALAM SKALA MINIMAL 1:50.000 (SATU BERBANDING LIMA PULUH RIBU). RAPERDA SEDARI AWAL TIDAK MENCANTUMKAN SEPENUHNYA DATA DIMAKSUD DALAM LAMPIRAN, PETA RUPA BUMI BAHKAN ADA YANG BERUKURAN 1:500.000 (SATU BERBANDING LIMA RATUS RIBU). BAGAIMANA TATA RUANG DAPAT DIRENCANAKAN SECARA MAKSIMAL, JIKA PETA RUPA BUMI YANG DISEDIAKAN TIDAK TERLIHAT PATUT BACA DAN PATUT AMATAN. DEMIKIAN PULA KEBUTUHAN INTERKONEKSITAS DATA DIMANA PENATAAN RUANG SEHARUSNYA DISUSUN DENGAN MENIMBANG KEMUNGKINAN INTERDEPENDENSI DATA DEMOGRAFIS KEPENDUDUKAN DAN DATA FISIOGRAFIS YANG SAYANGNYA KURANG TERSEDIA.
E.   PERIHAL KETERLAMBATAN DAN PERLUNYA PENYEGERAAN. KETENTUAN PASAL 78 AYAT (4) HURUF c UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007 MELIMITASI WAKTU PENYESUAIAN ATAUPUN PEMBENTUKAN SEMUA PERATURAN DAERAH PALING LAMBAT 3 (TIGA) TAHUN TERHITUNG SEJAK UNDANG-UNDANG INI DIBERLAKUKAN. ITU ARTINYA, KITA TELAH TERLAMBAT SATU TAHUN SETENGAH OLEH KARENA ITU SEBAGAIMANA DISAMPAIKAN PANSUS, WAJAR JIKA PERLU PENYEGERAAN. NAMUN DEMIKIAN KAMI MEMANDANG PENUNDAAN PUN TIDAK TERLALU MENJADI SOAL SEPANJANG PENYEGERAAN HANYA BERARTI KETERGESA-GESAAN YANG MEMUNG-KINKAN BEBERAPA BANYAK HAL KRUSIAL JUSTRU TDAK TERAKOMODIR MENJADI BAGIAN MATERI PENGATURAN. ASAS KESEIMBANGAN MENUNJUK PEMERATAAN DAN KEADILAN SEJALAN KETENTUAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007, BELUM MAKSIMAL. BAGAIMANA TIDAK? SEBAGAI CONTOHNYA UNTUK RENCANA TRAYEK PERDESAAN, TIDAK TERCANTUM KEMUNGKINAN TRAYEK JALUR JATILUHUR SUKASARI PADAHAL MASYARAKAT SUKASARI TENTU AMAT MEMBUTUHKANNYA. APAKAH DALAM WAKTU RENCANA SEPANJANG 20 TAHUN, KITA TIDAK SANGGUP MENYEDIAKANNYA? ITU MENJADI SOAL RASIONAL YANG TENTUNYA AKAN BERBICARA SOAL KEPENTINGAN DAN KETIDAKKEBERPIHAKAN RENCANA PEMBANGUNAN DALAM RTRW INI.
F.   KETENTUAN PASAL  32 AYAT (2) HURUF d ANGKA 2 HURUF e  PP 15 TAHUN 2010 PERIHAL PENYUSUNAN RTWR YANG HARUS MEMPERHATIKAN RTRW DAERAH LAIN YANG BERBATASAN. KAMI MENGINGATKAN PENTINGNYA SINKRONITAS BUKAN HANYA ANTAR KECAMATAN MAUPUN KABUPATEN, TETAPI JUGA KHUSUS UNTUK KABUPATEN PURWAKARTA, KITA MEMILIKI TERITORI KHUSUS PJT DI LINGKAR 5 KECAMATAN DAN TERITORI HANKAM DI KECAMATAN SUKASARI. APAKAH SINKRONISASI TELAH DILAKUKAN DENGAN KEDUA PIHAK VERTIKAL DIMAKSUD? KAMI MEMANDANG RAPERDA RTRW INI BELUM MELAKUKAN HAL TERSEBUT. DENGAN KATA LAIN RAPERDA RTRW INI DISUSUN TANPA UPAYA SINKRONISASI.


G.   PERLUNYA KONTINUITAS PENGATURAN. UNTUK HAL INI LEPAS DARI MATERI POKOK DI DALAM RAPERDA DAN LEBIH BERBICARA PADA PERLUNYA TINDAK LANJUT PARALEL APABILA RAPERDA RTRW INI DISEPAKATI. UU 26 TAHUN 2007 MAUPUN PP 15 TAHUN 2010, MEMERINTAHKAN 3 (TIGA) PERATURAN DAERAH TURUNAN, YAKNI PERDA RDTR, PERDA RTR KAWASAN DAN PERDA KETENTUAN ZONASI. BAGAI-MANAPUN PERLU KAMI SAMPAIKAN PANDANGAN BAHWA RAPERDA RTRW PADA PRINSIPNYA MERUPAKAN PENGATURAN YANG MASIH BERSIFAT UMUM. IA MEMPEROLEH IMPLEMENTASI MELALUI RENCANA DETAIL TATA RUANG, RENCANA TATA RUANG KAWASAN DAN KETENTUAN ZONASI. ITU ARTINYA, TIADA IMPLE-MENTASI KAWASAN SEBELUM RDTR, RTR DAN KETENTUAN ZONASI DITETAPKAN. BERKACA PADA KEBUTUHAN, DAN PADA PENEMPUHAN PP NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RTRW NASIONAL YANG HANYA BERJARAK 1 (SATU) TAHUN DARI BERLAKUNYA UU NOMOR 26 TAHUN 2007, MAKA KAMI MEMANDANG RDTR, RTR DAN KETENTUAN ZONASI HARUS SEGERA DISUSUN DAN DIUSULKAN APABILA PEMERINTAH DAERAH INGIN MENGIMPLEMENTASIKAN RAPERDA RTRW INI MANAKALA TELAH DITETAPKAN MENJADI PERDA. RTRW INI, AKAN KAMI KAWAL AGAR TIDAK SEGERA DIIPLEMENTASKAN TANPA ADANYA PERDA RDTR, RTR DAN KETENTUAN ZONASI.

 RAPAT DEWAN DAN HADIRIN YANG KAMI HORMATI,

DEMIKIAN PANDANGAN KAMI UNTUK ASPEK YURIDIS RAPERDA, DAN …

KEDUA, PERIHAL ASAS BERLAKU SOSIOLOGIS DAN FILOSOFIS PENGATURAN.
A.    KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 68 TAHUN 2010 DALAM HAL PERAN SERTA MASYARAKAT, PADA PRINSIPNYA MELALUI PASAL 83 DAN 84 RAPERDA TELAH TERAKOMODIR. NAMUN DEMIKIAN KAMI MEMANDANGNYA LEBIH MERU-PAKAN SEBUAH KLAIM BELAKA MENGINGAT SEPANJANG PENYUSUNAN DAN PEMBAHASANNYA TAK SEDIKITPUN PARA STAKE HOLDERS, PRIVATE SECTOR MAUPUN MASYARAKAT SECARA UMUM DILIBATKAN. BAGAIMANA OTONOMI SECARA LUAS DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI PROSES PENYUSUNAN KEBIJAKAN DAN KEARIFAN LOKAL, MANAKALA MEKANISME BOTTOM UP  SEBAGAI PERWU-JUDANNYA TIDAK PERNAH MAU DILAKUKAN? WALHASIL, DAPAT DIKATAKAN BAHWA KEBIJAKAN, TERMASUK PENATAAN RUANG DALAM RTRW INI, MENCITRAKAN PENAFSIRAN SENDIRI DAN SENDIRIAN, SEHINGGA MUNGKIN BERJARAK DENGAN REALISME SOSIOLOGIS.
B.    PERIHAL REALISME POTENSI SUMBER DAYA ALAM DAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN PURWAKARTA. MESKI ALHAMDULLLAH, PEMAKSAAN 5 KECAMATAN DALAM RAPERDA AWAL UNTUK DIJADIKAN MINAPOLITAN TELAH DIKELUARKAN MUATANNYA DARI RAPERDA RTRW INI DALAM ARTI DENGAN AKAN TERBUKA KEMUNGKINAN BAGI TERAKOMODIRNYA SEMUA POTENSI DENGAN TANPA MENGABAIKAN POTENSI IKAN ITU SENDIRI, NAMUN SAYANGNYA RAPERDA INI MENGGANTI SALAH SATU PROYEKSI MINAPOLITANNYA MENJADI KAWASAN KAMPOENG KREATIF. ISTILAH INI MUNCUL BELAKANGAN DAN DICANTUMKAN BEGITU SAJA TANPA PENDEFINISIAN DAN PENJELASAN YANG MEMADAI. PANDANGAN KAMI BERUPAKAN SEBUAH PERTANYAAN; “BAGAIMANA SEBUAH PERATURAN DAPAT BERLAKU SOSIOLOGIS, MANAKALA TERDAPAT PENGATURAN DI DALAMNYA YANG SULIT DITERJEMAHKAN DAN DIMENGERTI OLEH MASYARAKAT?” –JANGANKAN MASYARAKAT, PIHAK LEGISLATIF YANG TERLIBAT DALAM PEMBAHASAN RTRW INIPUN MUNGKIN TIDAK PAHAM ATAS MAKSUD DARI KAMPOENG KREATIF SEBAGAI REDAKSI DADAKAN DIMAKSUD. MAKA SEKALI LAGI, KEARIFAN LOKAL YANG DALAM KONTEKS OTONOMI PENTING DIFORMULASI KE DALAM KEBIJAKAN SEMESTINYA MERUPAKAN TAFSIR YANG LAHIR DARI BAWAH, DARI PERAN SERTA. BUKAN DARI TAFSIR SENDIRI DAN SENDIRIAN, AGAR PENGATURAN TIDAK MENJADI BERSIFAT IRASIONAL.

 RAPAT DEWAN DAN HADIRIN YANG KAMI HORMATI,
     DEMIKIAN POKOK-POKOK PANDANGAN YANG DAPAT KAMI SAMPAIKAN SEBAGAI PANDANGAN DARI FRAKSI DEMOKRAT. MASIH BANYAK ASPEK YANG SEBENARNYA INGIN KAMI SAMPAIKAN, NAMUN MENGINGAT WAKTU DAN KESENATIASAAN DARI MINIMNYA RESPONSI, KAMI PANDANG HANYA PERLU SECUKUPNYA SAJA. KAMI MEMOHON MAAF APABILA DALAM SAMPAIAN KAMI TERDAPAT TUTURAN YANG MUNGKIN TIDAK PADA TEMPATNYA MENGINGAT HAL TERSEBUT LEBIH MERUPAKAN BAGIAN DARI UPAYA KRITIS. KRITISI BUKANLAH HUJATAN, TETAPI UPAYA KEPERANSERTAAN DEMI MENUJU KABUPATEN PURWAKARTA YANG LEBIH BAIK. PERIHAL PENYEPAKATAN RAPERDA RTRW ITU SENDIRI, KAMI MENYERAHKANNYA PADA RAPAT DEWAN DENGAN MEKANISMENYA SESUAI DENGAN PERATURAN TATA TERTIB DPRD.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH
BILLAHI TAUFIK WAL HIDAYAH WARRIDO WAL ‘INAYAH
ASSALAMU ‘ALAIKUM WR. WB.

PURWAKARTA, 29 DESEMBER 2011

FRAKSI DEMOKRAT
DPRD KABUPATEN PURWAKARTA

SEKRETARIS,



M. ALWI DHANI

WAKIL KETUA,



HAERUL AMIN


KETUA,



NURHASANAH
ANGGOTA :


1.   DADANG BURHANUDIN          ................................


2.   MASTUR                                      ................................


3.   ENO SUKARNA                          ................................


4.   IIN SALAMIRAH                                    ................................


5.   H. M. UNDIA                              ................................