PEMANDANGAN UMUM FRAKSI DEMOKRAT
DALAM RAPAT PARIPURNA PEMBICARAAN
TINGKAT II PEMBAHASAN RAPERDA TENTANG RTRW KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2011 –
2013
TANGGAL
29 DESEMBER 2011
|
BISMILLAHIRROHMANIRROHIM.
ASSALAMU’ALAIKUM
WR. WB.
SALAM
SEJAHTERA BAGI KITA SEMUA
YTH. SDR.
PIMPINAN RAPAT;
YTH. SDR.
BUPATI, WAKIL BUPATI SERTA JAJARAN PEJABAT PERANGKAT DAERAH KABUPATEN
PURWAKARTA;
YTH. REKAN-REKAN
ANGGOTA DPRD KABUPATEN PURWAKARTA; UNSUR MUSPIDA, PARA ALIM ULAMA, UNSUR LSM,
PERS, EKSPONEN MASYARAKAT SERTA SELURUH HADIRIN YANG KAMI MULIAKAN
ALHAMDULILLAHIRABBIL
‘ALAMIN,
SEGALA
PUJI BAGI ALLAH SWT, ATAS RAHMAT DAN KARUNIA-NYA YANG TIDAK PERNAH HENTI DAN TANPA PANDANG BULU DILIMPAHKAN
KEPADA SETIAP MAHLUK-NYA. SHALAWAT
SERTA SALAM, SEMOGA DICURAHKAN KEPADA NABI BESAR MUHAMMAD SAW. YANG SUDAH SEPATUTNYA
KITA JADIKAN PANUTAN DALAM MENJALANKAN AMANAH KEPEMIMPINAN..
SETELAH
MENDENGAR DAN MENGAMATI SETIAP TAHAPAN YANG ADA, MULAI DARI PENJELASAN SAUDARA
BUPATI DI FASE AWAL SAMPAI DENGAN MEMPEROLEH PEMBAHASAN DI TANGAN PANITIA KHUSUS (PANSUS) RTRW YANG BERUJUNG
PADA RAPAT PARIPURNA SAAT INI BERKENAAN DENGAN RAPERDA TENTANG RENCANA TATA
RUANG WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA TAHUN 2011 – 2031, RAPAT FRAKSI DEMOKRAT MEMANDANG
PERLU MENYAMPAIKAN PEMANDANGAN UMUMNYA SEBAGAI BERIKUT :
PERTAMA, PERIHAL INKOMPREHENSI MATERIAL
DALAM DIMENSI YURIDIS
PERSOALAN
INI MENUNJUK KEPADA KEKURANGLENGKAPAN ATAU KETIDAKLENGKAPAN RAPERDA DALAM
MENGAKOMODIR SEMUA KEMUNGKINAN PENGATURAN YANG DIAMA-NATKAN OLEH PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG LEBIH TINGGI. PRODUK HUKUM YANG LEBIH RENDAH
HIRARKINYA, DALAM HAL INI PERDA SEBAGAIMANA DIAWALI PROSESNYA MELALUI
PENGUSULAN DAN PEMBAHASAN RAPERDA SEPERTI SAAT INI, SEYOGYANYA MENJADI BENTUK
PERATURAN YANG LEBIH KOMPLET DAN BERSIFAT IMPLEMENTATIF MENGINGAT POSISINYA
SEBAGAI PENJABARAN DARI PERUNDANG-UNDANGAN YANG LEBIH TINGGI. NAMUN PADA
KENYATAANNYA BEBERAPA KETENTUAN PENGATURAN SEDIKIT BANYAK TELAH LOLOS, TERABAIKAN
DAN ATAU HANYA DIAKOMODIR SEBAGIAN. DIANTARANYA SEBAGAI BERIKUT:
A. RAPERDA
RTRW TIDAK MENCANTUMKAN ATAU TIDAK MEMUAT GAGASAN SEDIKITPUN
TENTANG RESOLUSI KONFLIK RUANG. BANYAK KONFLIK RUANG TERJADI DAN
BERPOTENSI TERJADI DI INDONESIA MENYANGKUT WILAYAH KELOLA, ANTAR MASYARAKAT,
PEMERINTAH DENGAN MASYARAKAT, MAUPUN PIHAK-PIHAK KORPORASI DENGAN MASYARAKAT.
PASAL 67 UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007 MEMUAT KETENTUAN PENYELESAIAN SENGKETA
PENATAAN RUANG YANG TENTUNYA PATUT DIAKOMODIR DALAM RAPERDA INI SEBAGAI
ANTISIPAN DALAM TERJADINYA KONFLIK RUANG.
B. PERSOALAN
PENETAPAN KECAMATAN WANAYASA SEBAGAI PUSAT KEGIATAN LOKAL (PKL). PUSAT KEGIATAN
LOKAL (PKL) DIDEFINISIKAN SEBAGAI KAWASAN
PERKOTAAN YANG BERFUNGSI UNTUK MELAYANI KEGIATAN SKALA KABUPATEN ATAU
BEBERAPA KECAMATAN.
TERHADAPNYA JELAS BERLAKU KETENTUAN PASAL 65 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15
TAHUN 2010 YANG MENGATUR KRITERIA PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN YANG MESTI
BERPIJAK PADA UKURAN POPULASI. DIMANA UNTUK UKURAN PERKOTAAN KECIL KRITERIANYA
SEBESAR MINIMAL 50.000 JIWA PENDUDUK. HAL INI WAJAR MENGINGAT PENATAAN RUANG KE
ARAH FASILITASI RUANG BAGI PEMBANGUNAN EKONOMI JASA MAUPUN PERDAGANGAN MEMBUTUHKAN
JUMLAH PELAKU EKONOMI YANG SIGNIFIKAN. UNTUK PURWAKARTA DAN PLERED TERBILANG
PANTAS DIJADIKAN PKL, SEMENTARA UNTUK WANAYASA BERDASARKAN KETENTUAN DIMAKSUD,
BELUM SAATNYA. UNTUK APA DIKEMBANGKAN SERBA FASILITAS SEMENTARA PENDUDUKNYA
TIDAK ADA? TIDAK MEMILIKI SKALA AKTIVITAS EKONOMI YANG RELEVAN? PERLU KAMI
SAMPAIKAN BAHWA SEMAKIN TINGGI JUMLAH POPULAN AKAN SEMAKIN TINGGI PULA
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAWASAN UNTUK DIJADIKAN SEBAGAI PKL. UNTUK ITU KAM
MENILAI KECAMATAN JATILUHUR, SUKATANI, ATAU DARANGDAN DALAM UKURAN POPULASINYA
LEBIH BERKEBUTUHAN DAN PATUT DIJADIKAN PKL. ADA KEPENTINGAN APA DIBALIK
PEMRIORITASAN WANAYASA SEBAGAI PKL MELALUI RAPERDA RTRW INI, TENTU SAUDARA
BUPATI YANG HARUS MENJAWABNYA.
C. MASIH
BERBICARA SOAL WANAYASA. PERIHAL PENETAPAN PUSAT KEGIATAN LOKAL (PKL) HARUSLAH
TIDAK BERSINGGUNGAN DENGAN PENETAPANNYA SEBAGAI KAWASAN LINDUNG, KAWASAN HUTAN
PRODUKSI, KAWASAN SERAPAN AIR. PKL AKAN BERARTI PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
TRANSPORTASI, INFRASTRUKTUR PERDAGANGAN, TRANSPORTASI DAN INFRA STRUKTUR
EKONONOMI LAINNYA. BAGAIMANA IMPELENTASINYA MENJADI MUNGKIN MENGINGAT PADA SAAT
BERSAMAAN, SELAIN JUMLAH POPULASI YANG TIDAK SIGNIFIKAN SEBAGIAMANA DISEBUTKAN
SEBELUMNYA, WANAYASA MERUPAKAN DAERAH YANG DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN LINDUNG,
KAWASAN HUTAN PRODUKSI, DAN KAWASAN SERAPAN AIR. PENGEMBANGANNYA MENJADI PKL,
KAMI PANDANG AKAN BERDAMPAK LANGSUNG PADA POTENSI LINDUNG, POTENSI HUTAN DAN
SERAPAN AIR.
D. KETENTUAN
PASAL 32 PP 15 TAHUN 2010 TAMPAKNYA DAPAT KAMI KATAKAN SECARA BERSENGAJA
DIABAIKAN MENGINGAT DALAM PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG DIPERLUKAN KETERSEDIAAN
DATA YANG AKURAT, TERMASUK DI DALAMNYA PETA RUPA BUMI DALAM SKALA MINIMAL
1:50.000 (SATU BERBANDING LIMA PULUH RIBU). RAPERDA SEDARI AWAL TIDAK MENCANTUMKAN
SEPENUHNYA DATA DIMAKSUD DALAM LAMPIRAN, PETA RUPA BUMI BAHKAN ADA YANG
BERUKURAN 1:500.000 (SATU BERBANDING LIMA RATUS RIBU). BAGAIMANA TATA RUANG
DAPAT DIRENCANAKAN SECARA MAKSIMAL, JIKA PETA RUPA BUMI YANG DISEDIAKAN TIDAK
TERLIHAT PATUT BACA DAN PATUT AMATAN. DEMIKIAN PULA KEBUTUHAN INTERKONEKSITAS
DATA DIMANA PENATAAN RUANG SEHARUSNYA DISUSUN DENGAN MENIMBANG KEMUNGKINAN INTERDEPENDENSI
DATA DEMOGRAFIS KEPENDUDUKAN DAN DATA FISIOGRAFIS YANG SAYANGNYA KURANG
TERSEDIA.
E. PERIHAL KETERLAMBATAN DAN PERLUNYA PENYEGERAAN.
KETENTUAN PASAL 78 AYAT (4) HURUF c UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007
MELIMITASI WAKTU PENYESUAIAN ATAUPUN PEMBENTUKAN SEMUA PERATURAN DAERAH PALING
LAMBAT 3 (TIGA) TAHUN TERHITUNG SEJAK UNDANG-UNDANG INI DIBERLAKUKAN. ITU
ARTINYA, KITA TELAH TERLAMBAT SATU TAHUN SETENGAH OLEH KARENA ITU SEBAGAIMANA
DISAMPAIKAN PANSUS, WAJAR JIKA PERLU PENYEGERAAN. NAMUN DEMIKIAN KAMI MEMANDANG
PENUNDAAN PUN TIDAK TERLALU MENJADI SOAL SEPANJANG PENYEGERAAN HANYA BERARTI
KETERGESA-GESAAN YANG MEMUNG-KINKAN BEBERAPA BANYAK HAL KRUSIAL JUSTRU TDAK TERAKOMODIR
MENJADI BAGIAN MATERI PENGATURAN. ASAS KESEIMBANGAN MENUNJUK PEMERATAAN DAN
KEADILAN SEJALAN KETENTUAN PASAL 2 UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2007, BELUM
MAKSIMAL. BAGAIMANA TIDAK? SEBAGAI CONTOHNYA UNTUK RENCANA TRAYEK PERDESAAN,
TIDAK TERCANTUM KEMUNGKINAN TRAYEK JALUR JATILUHUR SUKASARI PADAHAL MASYARAKAT
SUKASARI TENTU AMAT MEMBUTUHKANNYA. APAKAH DALAM WAKTU RENCANA SEPANJANG 20
TAHUN, KITA TIDAK SANGGUP MENYEDIAKANNYA? ITU MENJADI SOAL RASIONAL YANG
TENTUNYA AKAN BERBICARA SOAL KEPENTINGAN DAN KETIDAKKEBERPIHAKAN RENCANA
PEMBANGUNAN DALAM RTRW INI.
F. KETENTUAN
PASAL 32 AYAT (2) HURUF d ANGKA 2 HURUF e PP 15 TAHUN 2010 PERIHAL PENYUSUNAN
RTWR YANG HARUS MEMPERHATIKAN RTRW DAERAH LAIN YANG BERBATASAN. KAMI
MENGINGATKAN PENTINGNYA SINKRONITAS BUKAN HANYA ANTAR KECAMATAN MAUPUN
KABUPATEN, TETAPI JUGA KHUSUS UNTUK KABUPATEN PURWAKARTA, KITA MEMILIKI
TERITORI KHUSUS PJT DI LINGKAR 5 KECAMATAN DAN TERITORI HANKAM DI KECAMATAN
SUKASARI. APAKAH SINKRONISASI TELAH DILAKUKAN DENGAN KEDUA PIHAK VERTIKAL DIMAKSUD?
KAMI MEMANDANG RAPERDA RTRW INI BELUM MELAKUKAN HAL TERSEBUT. DENGAN KATA LAIN
RAPERDA RTRW INI DISUSUN TANPA UPAYA SINKRONISASI.
G. PERLUNYA
KONTINUITAS PENGATURAN. UNTUK HAL INI LEPAS DARI MATERI POKOK DI DALAM RAPERDA
DAN LEBIH BERBICARA PADA PERLUNYA TINDAK LANJUT PARALEL APABILA RAPERDA RTRW
INI DISEPAKATI. UU 26 TAHUN 2007 MAUPUN PP 15 TAHUN 2010, MEMERINTAHKAN 3
(TIGA) PERATURAN DAERAH TURUNAN, YAKNI PERDA RDTR, PERDA RTR KAWASAN DAN PERDA
KETENTUAN ZONASI. BAGAI-MANAPUN PERLU KAMI SAMPAIKAN PANDANGAN BAHWA RAPERDA
RTRW PADA PRINSIPNYA MERUPAKAN PENGATURAN YANG MASIH BERSIFAT UMUM. IA
MEMPEROLEH IMPLEMENTASI MELALUI RENCANA DETAIL TATA RUANG, RENCANA TATA RUANG
KAWASAN DAN KETENTUAN ZONASI. ITU ARTINYA, TIADA IMPLE-MENTASI KAWASAN SEBELUM
RDTR, RTR DAN KETENTUAN ZONASI DITETAPKAN. BERKACA PADA KEBUTUHAN, DAN PADA
PENEMPUHAN PP NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RTRW NASIONAL YANG HANYA BERJARAK 1
(SATU) TAHUN DARI BERLAKUNYA UU NOMOR 26 TAHUN 2007, MAKA KAMI MEMANDANG RDTR,
RTR DAN KETENTUAN ZONASI HARUS SEGERA DISUSUN DAN DIUSULKAN APABILA PEMERINTAH
DAERAH INGIN MENGIMPLEMENTASIKAN RAPERDA RTRW INI MANAKALA TELAH DITETAPKAN
MENJADI PERDA. RTRW INI, AKAN KAMI KAWAL AGAR TIDAK SEGERA DIIPLEMENTASKAN TANPA
ADANYA PERDA RDTR, RTR DAN KETENTUAN ZONASI.
RAPAT DEWAN DAN HADIRIN YANG KAMI HORMATI,
DEMIKIAN PANDANGAN KAMI
UNTUK ASPEK YURIDIS RAPERDA, DAN …
KEDUA, PERIHAL ASAS BERLAKU SOSIOLOGIS
DAN FILOSOFIS PENGATURAN.
A.
KETENTUAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 68
TAHUN 2010 DALAM HAL PERAN SERTA MASYARAKAT, PADA PRINSIPNYA MELALUI PASAL 83
DAN 84 RAPERDA TELAH TERAKOMODIR. NAMUN DEMIKIAN KAMI MEMANDANGNYA LEBIH MERU-PAKAN
SEBUAH KLAIM BELAKA MENGINGAT SEPANJANG PENYUSUNAN DAN PEMBAHASANNYA TAK
SEDIKITPUN PARA STAKE HOLDERS, PRIVATE
SECTOR MAUPUN MASYARAKAT SECARA UMUM DILIBATKAN. BAGAIMANA OTONOMI SECARA
LUAS DAPAT DIARTIKAN SEBAGAI PROSES PENYUSUNAN KEBIJAKAN DAN KEARIFAN LOKAL,
MANAKALA MEKANISME BOTTOM UP SEBAGAI PERWU-JUDANNYA TIDAK PERNAH MAU DILAKUKAN?
WALHASIL, DAPAT DIKATAKAN BAHWA KEBIJAKAN, TERMASUK PENATAAN RUANG DALAM RTRW
INI, MENCITRAKAN PENAFSIRAN SENDIRI DAN SENDIRIAN, SEHINGGA MUNGKIN BERJARAK
DENGAN REALISME SOSIOLOGIS.
B. PERIHAL
REALISME POTENSI SUMBER DAYA ALAM DAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KABUPATEN
PURWAKARTA. MESKI ALHAMDULLLAH, PEMAKSAAN 5 KECAMATAN DALAM RAPERDA AWAL UNTUK
DIJADIKAN MINAPOLITAN TELAH DIKELUARKAN MUATANNYA DARI RAPERDA RTRW INI DALAM
ARTI DENGAN AKAN TERBUKA KEMUNGKINAN BAGI TERAKOMODIRNYA SEMUA POTENSI DENGAN
TANPA MENGABAIKAN POTENSI IKAN ITU SENDIRI, NAMUN SAYANGNYA RAPERDA INI
MENGGANTI SALAH SATU PROYEKSI MINAPOLITANNYA MENJADI KAWASAN KAMPOENG KREATIF.
ISTILAH INI MUNCUL BELAKANGAN DAN DICANTUMKAN BEGITU SAJA TANPA PENDEFINISIAN
DAN PENJELASAN YANG MEMADAI. PANDANGAN KAMI BERUPAKAN SEBUAH PERTANYAAN;
“BAGAIMANA SEBUAH PERATURAN DAPAT BERLAKU SOSIOLOGIS, MANAKALA TERDAPAT
PENGATURAN DI DALAMNYA YANG SULIT DITERJEMAHKAN DAN DIMENGERTI OLEH
MASYARAKAT?” –JANGANKAN MASYARAKAT, PIHAK LEGISLATIF YANG TERLIBAT DALAM
PEMBAHASAN RTRW INIPUN MUNGKIN TIDAK PAHAM ATAS MAKSUD DARI KAMPOENG KREATIF
SEBAGAI REDAKSI DADAKAN DIMAKSUD. MAKA SEKALI LAGI, KEARIFAN LOKAL YANG DALAM
KONTEKS OTONOMI PENTING DIFORMULASI KE DALAM KEBIJAKAN SEMESTINYA MERUPAKAN
TAFSIR YANG LAHIR DARI BAWAH, DARI PERAN SERTA. BUKAN DARI TAFSIR SENDIRI DAN SENDIRIAN,
AGAR PENGATURAN TIDAK MENJADI BERSIFAT IRASIONAL.
RAPAT
DEWAN DAN HADIRIN YANG KAMI HORMATI,
DEMIKIAN POKOK-POKOK PANDANGAN YANG DAPAT
KAMI SAMPAIKAN SEBAGAI PANDANGAN DARI FRAKSI DEMOKRAT. MASIH BANYAK ASPEK YANG
SEBENARNYA INGIN KAMI SAMPAIKAN, NAMUN MENGINGAT WAKTU DAN KESENATIASAAN DARI
MINIMNYA RESPONSI, KAMI PANDANG HANYA PERLU SECUKUPNYA SAJA. KAMI MEMOHON MAAF
APABILA DALAM SAMPAIAN KAMI TERDAPAT TUTURAN YANG MUNGKIN TIDAK PADA TEMPATNYA
MENGINGAT HAL TERSEBUT LEBIH MERUPAKAN BAGIAN DARI UPAYA KRITIS. KRITISI BUKANLAH
HUJATAN, TETAPI UPAYA KEPERANSERTAAN DEMI MENUJU KABUPATEN PURWAKARTA YANG
LEBIH BAIK. PERIHAL PENYEPAKATAN RAPERDA RTRW ITU SENDIRI, KAMI MENYERAHKANNYA
PADA RAPAT DEWAN DENGAN MEKANISMENYA SESUAI DENGAN PERATURAN TATA TERTIB DPRD.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
BILLAHI TAUFIK WAL HIDAYAH WARRIDO WAL
‘INAYAH
ASSALAMU ‘ALAIKUM WR. WB.
PURWAKARTA, 29 DESEMBER
2011
FRAKSI
DEMOKRAT
DPRD
KABUPATEN PURWAKARTA
SEKRETARIS,
M.
ALWI DHANI
|
WAKIL
KETUA,
HAERUL
AMIN
|
KETUA,
NURHASANAH
|
ANGGOTA :
1.
DADANG
BURHANUDIN ................................
2.
MASTUR ................................
3.
ENO
SUKARNA ................................
4.
IIN
SALAMIRAH ................................
5.
H. M. UNDIA ................................